Pembangunan Manusia Gunungkidul Di Era Pandemi Global

Senin, 15 Feb 2021, 09:45:41 WIB, 140 View

Tahun 2020 Kabupaten Gunungkidul sama dengan daerah yang lain di Indonesia bahkan dunia masuk di era pandemi covid 19. Walaupun demikian pembangunan tetap dan terus berlangsung. Tujuan utama pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan rakyat untuk menikmati umur panjang, sehat, dan menjalankan kehidupan yang produktif (United Nation Development Progamme-UNDP). Capaian pembangunan manusia diukur dengan Indeks Pembangunan manusia (IPM). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat; pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Untuk mengukur dimensi kesehatan digunakan angka harapan hidup waktu lahir/Usia Harapan Hidup (UHH). Dimensi pengetahuan diukur dengan menggabungan indikator rata-rata lama sekolah (RLS) dan harapan lama sekolah (HLS). Dimensi hidup layak diukur dengan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok makanan dan bukan makanan, yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak.

Sesuai dengan ekspose Badan Pusat Statistik, angka IPM untuk Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2020 adalah 69,98, naik sedikit dari tahun 2019 di angka 69,96. Kenaikan angka IPM disumbang dari kenaikan angka usia harapan hidup (UHH) dari 74,03 tahun di 2019 menjadi 74,12 tahun di 2020. Juga disumbang kenaikan angka Harapan Lama Sekolah (HLS) dari 12,06 tahun di 2019 menjadi 12,07 tahun di 2020 serta kenaikan rata-rata lama sekolah (RLS) dari 7,13 tahun di 2019 menjadi 7,21 tahun di 2020. Ketika komponen yang lain naik,  pada pengeluaran perkapita penduduk mengalami penurunan yaitu Rp. 9.612 ribu di 2019 menjadi Rp. 9.486 ribu di 2020.

Indek Pembangunan Manusia Gunungkidul sejak tahun 2014 selalu meningkat dengan angka cukup meyakinkan. Secara berturut-turut angka IPM pada tahun 2014 sampai dengan 2019 adalah 67,03; 67,41; 67,82; 68,73; 69,24 dan 69,96. Angka IPM naik pada tahun 2020 tetapi dengan laju yang menurun ditunjukkan dengan kenaikan yang hanya sebesar 0,02. Pada tahun-tahun sebelumnya terdapat besaran kenaikan dari  0,38 sampai dengan 0,91. Melihat angka-angka tersebut dan angka komponen pembentuk IPM di uraian atas, ada hal besar yang menyebabkan laju IPM menurun di 2020. Kalo boleh dikatakan disini ada pengaruh wabah virus covid-19 terhadap laju penurunan angka IPM pada tahun 2020.

UHH, HLS, dan RLS masih tumbuh dengan baik akan tetapi standar hidup layak yang dicerminkan dari angka pengeluaran per kapita menurun. Pengeluaran per kapita ditentukan dari nilai pengeluaran per kapita dan paritas daya beli. Rata-rata pengeluaran per kapita dibuat konstan/riil dengan tahun dasar 2012=100. Penurunan daya beli masyarakat yang terjadi pada masa pandemi dimungkinkan karena pemutusan hubungan kerja dan  tidak bergeraknya ekonomi di sektor informal serta nonformal. Masyarakat tidak memiliki uang cash untuk membeli kebutuhan keluarga terutama untuk komoditas makanan karena pendapatan yang berkurang.

Bagaimana angka IPM di kabupaten/kota yang lain di DIY? Angka IPM 2020 untuk Kota Yogyakarta, Sleman, Bantul dan Kulonprogo berturut-turut sebesar 86,61; 83,84; 80,01 dan 74,46. Dilihat dari komponen penyusun IPM, semua daerah mengalami penurunan pada pengeluaran per kapita penduduknya yang artinya semua penduduk di DIY mengalami penurunan daya beli kebutuhan sehari-hari. Dibutuhkan tekad dan kerja keras semua pihak baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah maupun masyarakat untuk meningkatkan kesehatan keuangan dan fisik tentunya. Pemerintah Daerah Gunungkidul dan masyarakatnya perlu lebih bekerja giat dan sangkul-sinangkul agar IPMnya setara dengan kabupaten/kota yang lain.

*(Suyanto, Kabid Persandian dan Statistik)